Asuhan Keperawatan Laringitis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Laring
terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan
mengandung pita suara (A.price ,vol 2,2005). Laring atau tenggorok terletak diantara
faring dan trachea. Laring berada diruas ke 4 atau ke 5 dan berakhir
divertebrata servikalis ruas ke 6. Laring disusun oleh 9 kartilago yang
disatukan oleh ligament dan otot rangka pada tulang hiod dibagian atas dan trachea
dibawahnya (Muttaqin,2008).
Laringitis
(laring + itis = peradangan) adalah peradangan kotak suara, menyebabkan
seseorang kehilangan suara mereka. Kualitas suara menjadi serak atau serak yang
terdengar atau bahkan terlalu tenang atau lembut untuk mendengar. Laringitis
adalah suatu radang laring yang disebabkan terutama oleh virus dan dapat pula disebabkan
oleh bakteri. Berdasarkan onset dan perjalanannya, laringitis dibedakan menjadi
laringitis akut dan kronis.
Laringitis
akut merupakan radang laring yang berlangsung kurang dari 3 minggu dan pada
umumnya disebabkan oleh infeksi virus influenza (tipe A dan B), parainfluenza (tipe
1, 2, 3), rhinovirus dan adenovirus. Penyebab lain adalah Haemofilus influenzae,
Branhamella catarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus dan Streptococcus
pneumonia (Dr.Kris,2008).
Laringitis
akut lebih banyak dijumpai pada anak-anak (usia kurang dari 3,5 tahun), namun
tidak jarang dijumpai pada anak yang lebih besar, bahkan pada orang dewasa atau
orangtua.
B.
Rumusan masalah
1. Apa definisi dari laringitis?
2. Apa saja penyebab terjadinya
laringitis?
3. Bagaimana patofisiologi laringitis?
4. Bagaimana cara mencegah terjadinya
laringitis?
5. Bagaimana konsep keperawatan pada
penyakit laringitis?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada
pasien laringitis?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi laringitis
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya
laringitis
3. Untuk mengetahui bagaimana
patofisiologi laringitis
4. Untuk mengetahui cara mencegah
terjadinya laringitis
5. Untuk mengetahui bagaimana konsep
keperawatan pada penyakit laringitis
6. Untuk mengetahui bagaimana asuhan
keperawatan pada pasien laringitis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Konsep Keperawatan
1. Definisi
Laringitis
merupakan peradangan yang terjadi pada laring (letak pita suara di
tenggorokan). Penderita laringitis umumnya akan mengalami gejala-gejala,
seperti nyeri tenggorokan, batuk-batuk, demam, sulit bicara, suara yang
dikeluarkan serak, atau bahkan kehilangan suara sama sekali. (Muttaqin,2010)
Pada
penderita anak-anak dengan struktur saluran pernapasan yang kecil, gejala sulit
bernapas bahkan bisa terjadi. Meski begitu, ini hanya terjadi pada beberapa
kasus saja dan pada orang dewasa jarang sekali terjadi.
Gejala
laringitis biasanya pulih dalam waktu satu minggu tanpa pengobatan. Namun
gejala bisa muncul secara tiba-tiba dan terus memburuk selama dua sampai tiga
hari. Masalah sulit bicara dan suara serak biasanya menjadi gejala yang
terakhir pulih dibandingkan gejala laringitis lainnya.
Jika penderita
masih terus merasakan gejala hingga lebih dari 3 minggu, disarankan untuk
menemui dokter. Apalagi jika gejala makin parah, terutama menyebabkan sulit
bernapas, maka bantuan medis harus secepatnya dilakukan.
2. Etiologi
Terjadinya radang atau pembengkakan pada laring
bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Kerusakan pada pita suara karena adanya percepatan vibrasi pada organ tersebut yang
melebihi batas ketahanan, misalnya akibat penderita berteriak terlalu keras
atau bernyanyi dengan suara yang tinggi. Selain itu, kerusakan pita suara juga
dapat terjadi akibat batuk berkepanjangan dan trauma saat penderita melakukan
aktivitas fisik atau trauma akibat kecelakaan.
b. Infeksi virus, bakteri, dan jamur. Virus yang umum menyebabkan laringitis adalah virus flu dan
pilek, dari golongan bakteri salah satunya adalah bakteri penyakit difteria, dan
dari jenis jamur salah satunya adalah Candida yang juga
menyebabkan penyakit sariawan. Infeksi jamur dan bakteri pada kasus laringitis
sebenarnya jarang terjadi dibandingkan infeksi virus. Biasanya infeksi jamur
rentan dialami oleh orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang
lemah, misalnya akibat efek samping obat steroid, kemoterapi, atau akibat
penyakit HIV/AIDS.
c. Reaksi alergi terhadap suatu zat kimia atau paparan debu.
d. Naiknya asam lambung ke tenggorokan lewat kerongkongan pada kasus penyakit
refluks gastroesofageal atau GERD. Jika asam lambung mencapai tenggorokan maka
risiko untuk terjadinya iritasi laring cukup tinggi.
e. Mengering dan teriritasinya laring akibat merokok dan
konsumsi minuman beralkohol. Sama seperti kasus GERD, peluang terjadinya
infeksi pada laring yang teriritasi juga cukup tinggi.
f. Inflamasi laring sering
terjadi sebagai akibat terlalu banyak menggunakan suara, pemajanan terhadap
debu, bahan kimiawi, asap, dan polutan lainnya, atau sebagai bagian dari
infeksi saluran nafas atas. Kemungkinan juga disebabkan oleh infeksi yang
terisolasi yang hanya mengenai pita suara.
g. Sebagian besar kasus
laringitis sementara dipicu oleh infeksi virus atau regangan vokal dan tidak
serius. Tapi suara serak kadang-kadang merupakan tanda yang lebih serius dari
kondisi medis yang mendasari. Sebagian besar kasus laringitis berakhir kurang
dari beberapa minggu dan disebabkan cuaca dingin.
h. Penyebab yang paling
sering adalah infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas (misalnya
common cold). Laringitis juga bisa menyertai bronkitis, pneumonia, influenza,
pertusis, campak dan difteri. (Manurung,2008)
3. Patofisiologi
Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus. Invasi bakteri
mungkin sekunder. Laringitis biasanya disertai rinitis atau nasofaringitis.
Awitan infeksi mungkin berkaitan dengan pemajanan terhadap perubahan suhu
mendadak, defisiensi diet, malnutrisi, dan tidak ada immunitas. Laringitis umum
terjadi pada musim dingin dan mudah ditularkan. Ini terjadi seiring dengan
menurunnya daya tahan tubuh dari host serta prevalensi virus yang meningkat.
Laringitis ini biasanya didahului oleh faringitis dan infeksi saluran nafas
bagian atas lainnya. Hal ini akan mengakibatkan iritasi mukosa saluran nafas
atas dan merangsang kelenjar mucus untuk memproduksi mucus secara berlebihan
sehingga menyumbat saluran nafas. Kondisi tersebut akan merangsang terjadinya
batuk hebat yang bisa menyebabkan iritasi pada laring. Dan memacu terjadinya
inflamasi pada laring tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri akibat
pengeluaran mediator kimia darah yang jika berlebihan akan merangsang
peningkatan suhu tubuh. (Somantri,2010)
4. Manifestasi klinis
a. Gejala lokal seperti
suara parau dimana digambarkan pasien sebagai suara yang kasar atau suara yang
susah keluar atau suara dengan nada lebih rendah dari suara yang biasa / normal
dimana terjadi gangguan getaran serta ketegangan dalam pendekatan kedua pita
suara kiri dan kanan sehingga menimbulkan suara menjadi parau bahkan sampai
tidak bersuara sama sekali (afoni).
b. Sesak nafas dan
stridor
c. Nyeri tenggorokan
seperti nyeri ketika menalan atau berbicara.
d. Gejala radang umum
seperti demam, malaise
e. Batuk kering yang lama
kelamaan disertai dengan dahak kental
f. Gejala commmon cold
seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan, sumbatan hidung
(nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan demam dengan temperatur yang tidak
mengalami peningkatan dari 38 derajat celsius.
g. Gejala influenza seperti
bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan, sumbatan hidung (nasal
congestion), nyeri kepala, batuk, peningkatan suhu yang sangat berarti yakni
lebih dari 38 derajat celsius, dan adanya rasa lemah, lemas yang disertai
dengan nyeri diseluruh tubuh .
h. Pada pemeriksaan
fisik akan tampak mukosa laring yang hiperemis, membengkak terutama dibagian
atas dan bawah pita suara dan juga didapatkan tanda radang akut dihidung atau
sinus paranasal atau paru
i. Obstruksi jalan nafas
apabila ada udem laring diikuti udem subglotis yang terjadi dalam beberapa jam
dan biasanya sering terjadi pada anak berupa anak menjadi gelisah, air hunger,
sesak semakin bertambah berat, pemeriksaan fisik akan ditemukan retraksi
suprasternal dan epigastrium yang dapat menyebabkan keadaan darurat medik yang
dapat mengancam jiwa anak. (Muttaqin,2010)
Laringitis Akut: Demam, malaise, gelaja rinigaringitis, suara parau sampai afoni,
nyeri ketika menelan atau berbicara, rasa kering ditenggorokan, batuk kering
yang kelamaan disertau dahak kental, gejala sumbatan laring sampai sianosis.
Pada pemeriksaan, tampak mukosa laring hiperemis, membengkak, terutama di atas
dan bahwa pita suara. Biasanya tidak terbatas di laring, juga ada tanda radang
akut dihitung sinus peranasak, atau paru.
Laringitis Kronik: Suara parau yang menetap, rasa tersangkut di tenggorok sehingga sering
mendehem tanpa sekret. Pada pemeriksaan tampak mukosa laring hiperemis. Tidak
rata, dan menebal. Bila tumor dapat dilakukan biopsi.
5. Penatalaksanaan
a. Laringitis Akut
Terapi pada laringitis akut berupa mengistirahatkan pita suara,
antibiotik, menambah kelembaban, dan menekan batuk. Obat-obatan dengan efek
samping yang menyebabkan kekeringan harus dihindari. Penyayi dan para
profesional yang mengandalkan suara perlu dinasehati agar membiarkan proses
radang mereda sebelum melanjutkan karier mereka. Usaha bernyayi selama proses
radang berlangsung dapat mengakibatkan perdarahan pada laring dan perkembangan
nodul korda vokalis selanjutnya. Terapi pada laringitis kronis terdiri dari
menghilangkan penyebab, koreksi gangguan yang dapat diatasi, dan latihan
kembali kebiasaan menggunakan vocal dengan terapi bicara. Antibiotik dan terapi
singkat steroid dapat mengurangi proses radang untuk sementara waktu, namun
tidak bermanfaat untuk rehabilitasi jangka panjang. Eliminasi obat-obat dengan
efek samping juga dapat membantu. Pada pasien dengan gastroenteriris refluks
dapat diberikan reseptor H2 antagonis, pompa proton inhibitor. Juga diberikan
hidrasi, meningkatkan kelembaban, menghindari polutan. Terapi
pembedahan bila terdapat sekuester dan trakeostomi bila terjadi sumbatan
laring. Hindari iritasi pada laring dan faring. Untuk terapi mendikamentosa
diberikan antibiotic penisilin anak 3 x 0 kg BB dan dewasa 3 x 500 mg. bila
alergi dapat diganti eritromisin atau basitrasin. Dan diberikan kortikosteroid
untuk mengatasi edema. Dipasang pipa endotrakea atau trakeostomi bila terdapat
sumbatan laring.
b. Laringitis Kronik
Diminta
untuk tidak banyak bicara dan mengobati peradangan di hidung, faring, serta
bronkus yang mungkin menjadi penyebab. Diberikan antibiotik bila terdapat tanda
infeksi dan ekspektoran. Untuk jangka pendek dapat diberikan steroid.
Laringitis kronis yang berlangsung lebih dari beberapa minggu dan tidak
berhubungan dengan penyakit sistemik, sebagian besar berhubungan dengan
pemajanan rekuren dari iritan. Asap rokok merupakan iritan inhalasi yang paling
sering memicu laringitis kronis tetapi laringitis juga dapat terjadi akibat
menghisap kanabis atau inhalasi asap lainnya. Pada kasus ini, pasien sebaiknya
dijauhkan dari faktor pemicunya seperti dengan menghentikan kebiasaan merokok.
6. Komplikasi
Jika
penyebab laringitis adalah kelumpuhan pita suara, mekanisme menelan mungkin
juga akan terpengaruh, dan partikel makanan dapat masuk ke laring dan
paru-paru, yang menyebabkan batuk.
Proses
ini juga dapat menyebabkan pneumonia dan gejala yang menyertainya (demam,
batuk, sesak napas) ketika makanan yang disedot jauh ke dalam paru-paru dan menyebabkan
iritasi dan peradangan jaringan paru-paru.
Iritasi
kronis dari pita suara juga dapat menyebabkan polip atau nodul untuk terbentuk
pada pita suara, yang dapat mempengaruhi kemampuan pita suara menyebabkan suara
serak bergetar. Pada pasien yang berusia lebih tua, laringitis bisa lebih parah
dan dapat menimbulkan pneumonia.
7. Pemeriksaan diagnostik
a. Foto rontgen leher AP :
bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis (Steeple sign). Tanda ini ditemukan
pada 50% kasus.
b. Pemeriksaan laboratorium
: gambaran darah dapat normal. Jika disertai infeksi sekunder, leukosit dapat
meningkat.
c. Pada pemeriksaan
laringoskopi indirek akan ditemukan mukosa laring yang sangat sembab, hiperemis
dan tanpa membran serta tampak pembengkakan subglotis yaitu pembengkakan
jaringan ikat pada konus elastikus yang akan tampak dibawah pita suara.
Laringitis Akut: Pemeriksaan apusan dari laring untuk kultur dan uji resistensi
pada kasus yang lama atau sering residif.
Laringitis tuberculosis: Pemeriksaan laboratorium hasil tahan asam dari sputum atau bilasan
lambung, foto toraks menunjukkan tanda proses spesifik baru, laringoskopi
langsung/tak langsung, dan pemeriksaan PA.
B.
Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Riwayat
pasien yang lengkap yang menunjukkan kemungkinan tanda dan gejala sakit kepala,
sakit tenggorokan, dan nyeri sekitar mata dan pada kedua sisi hidung, kesulitan
menelan, batuk, suara serak, demam, hidung tersumbat, dan rasa tidak nyaman
umum dan keletihan. Menetapkan kapan gejala mulai timbul, apa yang menjadi
pencetusnya, apa jika ada yang dapat menghilangkan atau meringankan gejala
tersebut dan apa yang memperburuk gejala tersebut adalah bagian dari
pengkajian, jika mengidentifikasi riwayat alergi atau adnya penyakit yang
timbul bersamaan.
Inspeksi
menunjukkan pembengkakan, lesi, atau asimetris hidung juga perdarahan atau
rabas. Mukosa hidung diinspeksi terhadap temuan abnormal seperti warna
kemerahan, pembengkakan, atau eksudat, dan polip hidung yang mungkin terjadi
dalan ritinitis kronis.
Sinus
frontal dan maksilaris dipalpasi terhadap nyeri tekan, yang menunjukkan inflamasi.
Tenggorokan diamati dengan meminta klien membuka mulutnya lebar-lebar dan nafas
dalam. Tonsil dan faring diinspeksi terhadap temuan abnormal seperti warna
kemerahan, asimetris, atau adanya drainase, ulserasi, atau perbesaran.
Trakea
di palpasi terhadap posisi garis tengah dalam leher juga dipalpasi terhadap pembesaran dan nyeri tekan
yang berkaitan
2. Diagnosa Keperawatan
a.
Nyeri
berhubungan dengan iritasi laring sekunder akibat infeksi
b.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
sekresi berlebihan sekunder akibat proses inflamasi
c.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksi karena ketidaknyamanan pada tenggorokkan
d.
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
3. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan yang
dapat dirumuskan menurut Doenges (2012) adalah sebagai berikut:
a. Nyeri berhubungan dengan iritasi laring sekunder akibat
infeksi
Intervensi:
1) Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif termasuk lokasi karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
dan faktor presipitasi
2) Observasi TTV
3) Observasi reaksi non
verbal dari ketidaknyamanan
4) Kontrol ruangan yang
dapat mempengaruhi nyeri
5) Ajarkan pasien untuk
memonitor nyeri
6) Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
7) Tingkatkan istirahat
8) Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
b. Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi berlebihan sekunder akibat
proses inflamasi
Intervensi:
1)
Posisikan pasien pada posisi ventilasi yang maksimal
2)
Identifikasi pasien yang membutuhkan aktual / penyisipan potensi
jalan nafas
3)
Bantu klien mengeluarkan secret dengan mendorong batuk atau
suctioning
4)
Dorong pelan, pernapasan dalam, pemutaran, dan batuk
5)
Instruksikan bagaimana batuk yang efektif
6)
Berikan obat sesuai indikasi
c. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksi karena
ketidaknyamanan pada tenggorokkan
Intervensi
1) Kaji pola nutrisi
klien
2) Observasi peristaltik
usus
3) Beri makanan dalam
porsi sedikit tapi sering
4) Monitor berat badan pasien dalam batas
normal
5)
Monitor
adanya penurunan berat badan
d. Hipertermi berhubungan
dengan proses inflamasi
Intervensi:
1)
Observasi tanda-tanda vital
2)
Monitor temperatur tubuh secara teratur
3)
Identifikasi adanya dehidrasi, peradangan
4)
Kompres hangat disekitar leher
5) Kolaborasi pemberian
antibiotik, antipiretik
4. Implementasi
Implementasi keperawatan
adalah tahap pelaksanaan yang dimulai setelah rencana tidankan disusun untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana
tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan klien
5. Evaluasi
Perencanaan evaluasi
memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan keperawatan,
keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara proses
dengan pedoman atau rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan
dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dan
tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah dirumuskan
sebelumnya.
Riwayat Kesehatan Keluarga (Genogram)
?
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
Tanggal
Masuk : 29
November 2016
Tanggal
Pengkajian : 29 November 2016
Ruang :
Perawatan Baji
Ada
Nomor
Register : 28 09 94
Diagnosa
Medis : Laringitis
1.
Identitas
Identitas Klien
Nama
Klien :
Nn. “N”
Jenis
kelamin : Perempuan
Usia : 22 tahun
Status
Perkawinan : Belum menikah
Agama : Islam
Suku
bangsa : Bugis
Pendidikan : S1
Bahasa
yang digunakan : Indonesia
Pekerjaan
: Penyanyi
Alamat
: Jl. Andalas
Identitas
Penanggung
Nama : Ny “B”
Jenis
kelamin : Perempuan
Usia : 48 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Andalas
Hubungan
dgn klien : Ibu Klien
2.
Riwayat
Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan sekarang
1) Keluhan utama :
Klien
mengeluh nyeri
tenggorokan
2) Riwayat keluhan utama : Nn. N mengatakan nyeri tenggorokan
dirasakan sejak 3 minggu yang lalu disebabkan karena adanya infeksi, klien
mengatakan nyeri seperti ada sesuatu yang mengganggu pada tenggorokan, skala
nyeri 5 (sedang) nyeri ketika menelan dan berbicara. Klien mengeluh suaranya
serak dan kesulitan bersuara. Keluhan yang menyertai: klien mengatakan nafsu
makan menurun, klien mengatakan sesak, klien mengatakan demam dan klien
mengatakan tidak enak badan.
b. Riwayat Kesehatan masa lalu
1) Klien belum pernah dirawat dengan diagnosa medis laringitis sebelumnya
2)
Klien
tidak ada alergi terhadap makanan, obat-obatan dan binatang.
3) Klien tidak memiliki riwayat mengonsumsi
rokok
4) Klien tidak mengingat pemberian imunisasi
yang telah diberikan
c.
10
|
68
|
X
|
487
|
46
|
44
|
40
|
35
|
X
|
X
|
55
|
53
|
50
|
47
|
22
|
20
|
12
|
G1
G2
G3
Keterangan:
Klien
|
Laki-laki
|
Meninggal
|
Perempuan
|
Umur tidak diketahui
|
Garis keturunan
|
Garis serumah
|
Garis perkawinan
|
G1 : Kakek
dan nenek klien dari ayah klien telah meninggal dunia karena faktor usia, kakek klien
dari ibu klien masih hidup
G2 : Ayah dan Ibu klien masih hidup
dan tidak menderita penyakit laringitis
G3 :Klien anak ke-1
dari 4 orang bersaudara, klien saat ini dirawat
di Rumah Sakit Labuang
Baji Ruang Perawatan Baji Ada dengan diagnosa medis: Laringitis, klien
tinggal serumah dengan ayah dan ibu serta saudaranya
d. Riwayat Psikososial dan Spiritual
1) Orang terdekat dengan klien adalah Ibu klien
2) Dampak penyakit klien terhadap keluarga:
Keluarga mengatakan sabar dengan kondisi klien saat ini dan bertawakkal kepada Sang Pencipta
3) Tidak ada masalah yang mempengaruhi klien
saat ini
4) Persepsi klien terhadap penyakitnya
a) Klien ingin cepat kembali kerumah
b) Klien berharap kondisinya bisa lebih membaik
5) Pola kebiasaan sehari-hari
Pola kebiasaan sehari-hari
Hal yang dikaji
|
Pola
kebiasaan sehari-hari
|
|
Sebelum
sakit
|
Dirumah
sakit
|
|
1. Pola
nutrisi
a. Makan
1) Frekuensi
makan: x/hari
2) Nafsu
makan: baik/tidak
3) Alasan:(Mual,
muntah,sariawan)
4) Porsi
makan yang dihabiskan
5) Makanan
yang tidak disukai
6) Makanan
yang membuat alergi
7) Makanan
pantangan
8) Makanan
diet
9) Penggunaan
obat-obatan sebelum makan
10) Penggunaan
alat bantu (NGT, dll)
b. Minum
1) Frekuensi
2) Jumlah
3) Jenis
|
3x sehari
Baik
Tidak ada
1 piring
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak menentu
± 2000 cc/hari
Air putih, teh
|
3x sehari
Menurun
Nyeri ketika menelan
Hanya 2 sendok
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak menentu
±2.500+ 3000 cc/hari
Air
putih
|
2.
Pola eliminasi
a.
BAK
1)
Frekuensi
2)
Warna
3)
Keluhan
4)
Penggunaan alat bantu
(kateter, dll)
b.
BAB
1)
Frekuensi: x/hari
2)
Waktu: (Pagi, siang,
malam, tidak tentu)
3)
Warna
4)
Konsistensi
5)
Keluhan
6)
Penggunaan laxatif
|
3x sehari
Kuning
Tidak ada
Tidak ada
3x dalam seminggu
Tidak tentu
Kekuningan
Padat
Tidak ada
Tidak ada
|
3x sehari
Kuning
Tidak ada
Tidak ada
1x selama sakit
Tidak tentu
Kekuningan
Padat
Tidak ada
Tidak ada
|
3. Pola
personal hygiene
a.
Mandi
1)
Frekuensi
2)
Waktu
b.
Oral hygiene
1)
Frekuensi: x/hari
2)
Waktu:(Pagi,siang, malam,
tidak tentu)
c.
Cuci rambut
1)
Frekuensi
|
2x sehari
Pagi, sore
2x sehari
Pagi, malam
3x seminggu
|
1x sehari washlap
Pagi
Tidak pernah
Tidak pernah
1x selama sakit
|
4.
Pola istirahat dan tidur
a.
Lama tidur siang: jam/hari
b.
Lama tidur malam: Jam/hari
c.
Kebiasaan sebelum tidur
|
2 jam
(12.00-14.00 wita )
7 jam
(22.00-05.00 wita )
Nonton TV, berdoa
|
±30 menit
6
jam
Nonton
TV, berdoa
|
5.
Pola aktivitas dan latihan
a.
Waktu bekerja
b.
Olahraga
c.
Jenis olahraga
d.
Frekuensi olahraga
e.
Keluhan dalam beraktivitas
(Pergerakan
tubuh/ mandi/ mengenakan pakaian/ sesak setelah beraktivitas)
|
Pagi
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
|
Tidak pernah
Tidak pernah
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
|
3.
Pengkajian
Fisik
a.
Pemeriksaan
fisik umum
1)
Keadaan
Umum : Sedang
2)
Kesadaran
: Compos mentis
3)
Berat
badan : 44
Kg
4)
Tinggi
badan : 157 Cm
5)
IMT : 17,8
6)
Tekanan
Darah : 120/60 mmHg
7)
Nadi :
75x/menit
8)
Frekuensi
Napas : 26x/menit
9)
Suhu
tubuh : 380C
b.
Daerah
kepala dan Leher
1)
Kepala
a)
Inspeksi : Bentuk mesochepal
b)
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba
adanya
massa
2)
Rambut
a)
Inspeksi
: Warna hitam, distribusi merata, tekstur
halus, tidak ada dandruf
b)
Palpasi : Tidak berminyak, tidak ada perlengketan
3)
Kulit
kepala
a)
Inspeksi
: Tidak lembab, tidak ada dandruf, tidak ada
lesi, tekstur halus.
b)
Palpasi : Tidak teraba massa
4)
Wajah
a)
Inspeksi : Warna kuning langsat, tidak ada
tremor, tidak ada akne, tidak hiperpigmentasi, gerakan simetris kiri dan kanan, klien tampak meringis, klien
tampak gelisah.
b)
Palpasi
: Kekuatan otot masseter dan temporalis
baik, mampu merasakan sensasi sentuhan dan rabaan.
5)
Mata
a)
Inspeksi : Warna sklera putih bersih,
konjungtiva tidak anemis, pupil isokor kiri dan kanan (2 mm), reaksi terhadap
cahaya baik, fungsi penglihatan baik, fungsi lapang pandang baik, mampu
menggerakkan bola mata keatas dan kebawah, kiri dan kanan, tidak menggunakan alat
bantu penglihatan, tidak ada photopobia.
b)
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
6)
Telinga
a)
Inspeksi : Ukuran simetris kiri dan kanan,
tidak ada sumbatan Meatus Auditorius
Externa (MAE), tidak ada secret pada MAE, telinga bersih, test fungsi
pendengaran dengan menggunakan arloji baik (normal)
b)
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada aurikula
7)
Hidung
a)
Inspeksi : Bentuk hidung mancung, Pergerakan
cuping hidung, tidak ada polip, tidak ada massa, tidak ada secret, distribusi
rambut hidung merata, warna mukosa merah muda, fungsi penciuman baik, letak
septum nasal berada ditengah.
b)
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada sinus frontalis
dan maxillaris
8)
Mulut
a)
Inspeksi
(1) Bibir :
Tidak ada kelainan bentuk, warna merah muda, lembab, tidak ada sariawan, tidak ada labiozkysis
(2) Gigi :
Keadaan gigi kotor, jumlah gigi sudah
tidak lengkap, memakai gigi palsu (Orotease)
(3) Gusi :
Warna merah muda, tidak ada perdarahan, tidak ada sariawan
(4) Mukosa :
Warna merah muda, tidak ada lesi
(5) Lidah :
Warna merah muda, tidak ada bercak-
bercak
(6) Palatum :
Tidak ada palatozkysis
(7) Tonsil :
Tidak ada pembesaran pada tonsil
(8) Uvula :
Letak berada ditengah palatum mole
(9) Tenggorokan : Klien mengatakan nyeri pada tenggorokan, klien
mengatakan nyeri ketika menelan dan berbicara, klien mengatakan ada sesuatu
yang mengganggu di tenggorokan.
(10)Suara :
Klien mengeluh
suaranya serak, klien tampak kesulitan berbicara
9)
Leher
a)
Inspeksi
(1)
Tidak
terjadi pembesaran kelenjar Tiroid
(2)
Pembengkakan di leher
(3)
Tidak
terjadi peningkatan tekanan vena jugularis
(4)
Rentang
gerak leher baik, mampu melakukan rotasi, fleksi, dan ekstensi.
b)
Palpasi
(1)
Tidak
ada pembesaran kelenjar tiroid
(2)
Pembengkakan di leher
(3)
Tidak
ada pembesaran kelenjar getah bening
(4)
Tidak
terjadi deviasi trachea
(5)
Tidak
terjadi peningkatan tekanan vena jugularis, ukuran 2 cm
c.
Daerah
dada (Thoraks)
1)
Inspeksi
a)
Kulit
: Tidak ada rambut yang
tumbuh didaerah dada, warna kulit kuning langsat
b)
Payudara : Simetris kiri dan kanan
c)
Aerola : Warna coklat
2)
Palpasi
a) Kulit :
Suhu= 380C, klien mengatakan demam, kulit
klien teraba hangat
b) Payudara :
Tidak teraba adanya massa, tidak ada
nyeri tekan
c) Aksilla :
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
3)
Paru-paru
a)
Inspeksi
: Batuk kering
yang kelamaan disertai dahak kental, klien mengatakan sesak, Respirasi rate= 26x/menit.
b)
Perkusi
: Hipersonor
c)
Palpasi : Fokal premitus redup, pengembangan dada
simetris kiri dan kanan saat inspirasi
dan ekspirasi
d)
Auskultasi
: Tidak ada suara
napas tambahan
4)
Jantung
a)
Palpasi:
Tidak ada nyeri dada
b)
Perkusi
: Bunyi pekak
c)
Auskultasi
: Bunyi jantung 1 terletak di ICS 4 dan 5 (Area trikuspidalis/ ventrikuler dideskripsikan dengan bunyi “Lub-lub” Bunyi jantung 2
terletak di ICS 1 dan 2 kiri (pulmonal)
kanan (Aorta) dengan bunyi “Dub-dub”
d.
Daerah
abdomen
1)
Inspeksi
: Tidak ada pelebaran pembuluh darah,
Tidak ada kelainan umbilical, warna kulit
kuning langsat
2)
Auskultasi
: Peristaltik usus= 6x/menit
3)
Perkusi
: Bunyi timpani
4)
Palpasi
: Tidak ada nyeri tekan, tidak ada
distensi
abdomen, tidak ada asites.
e.
Punggung
1)
Inspeksi
& Palpasi
Tidak
ada kelainan tulang belakang
f.
Ekstremitas
1)
Ekstremitas
atas
Inspeksi, Palpasi, Perkusi
a)
Tidak
ada udema
b)
Turgor
kulit tidak elastis
c)
Tonus
otot baik, tidak ada spasme, tidak ada tremor, gerakan simetris kiri dan kanan
d)
Mampu
melakukan gerakan fleksi, rotasi, ekstensi
dengan baik, tidak ada nyeri sendi, tidak ada kaku sendi
e)
Tidak
ada plebitis, kekuatan nadi brachialis baik
f)
Refleks
Bisep dan Trisep baik (normal)
g)
Kekuatan otot 5 5
h)
Lingkar
LLA = 25 cm
i)
Tidak
clubbing fingers, warna merah muda, CRT= 2 detik
2)
Ekstremitas
bawah
Inspeksi, Palpasi, Perkusi
a)
Tidak
ada udema
b)
Warna
kulit kuning langsat, tidak ada lesi, turgor kulit tidak elastis, tidak ada
jaringan parut, tekstur halus.
c)
Tonus
otot baik
d)
Mampu
melakukan gerakan fleksi, ekstensi dengan baik, tidak ada nyeri sendi, tidak
ada kaku sendi
e)
Tidak
ada plebitis
f)
Refleks
Patella dan Achilles baik, uji Babinski negatif
g)
Kekuatan otot: 5 5
h)
Tidak
ada kelainan pada bentuk kuku, warna merah muda, CRT= 2 detik
g.
Daerah
Genetalia
Inspeksi : Tidak
ada penggunaan kateter
h.
Anus
1)
Inspeksi : Tidak ada hemoroid, tidak teraba massa,
tidak ada gatal, fungsi spingter anal baik
2)
Palpasi
: Tidak ada nyeri tekan
4. Status Neurologis
a. GCS: E4 M6 V5
b.
Kesadaran: Compos mentis
c.
Refleks Patologis: Kernig
sign (-) Laseq Sign (-) Babinski (-)
Brunsinsky (-) Chaddock (-)
d.
Nervus I (Olfaktorius):
Fungsi penciuman baik , klien mampu membedakan bau dengan baik.
e.
Nervus II (Optikus): Fungsi penglihatan baik.
f.
Nervus III, IV, VI
(Okulomotorius, Troklearis, Abdusen) : uji refleks cahaya kornea baik, ukuran
pupil isokor (2 mm), Pupil simetris kiri dan kanan, Reaksi pupil terhadap
cahaya baik / normal (Miosis)
g. Nervus
V (Trigeminus) : sensasi terhadap rangsangan
sensorik baik, klien mampu merasakan benda yang di sentuhkan ke kulitnya .
Palpasi otot temporal dan masseter hasilnya normal, uji refleks kornea baik
(mengedipkan mata saat diberi sentuhan)
h. Nervus
VII (Fasialis): Gerakan mimik wajah normal. Klien dapat tersenyum, klien mampu merasakan /
mengecap, klien mampu melawan tahanan pada bola
mata.
i.
Nervus VIII (Akustikus): fungsi
pendengaran normal, klien mampu mendengarkan bunyi arloji yang didekatkan ke
telinga, tidak ada tuli konduktif
j.
Nervus IX (glosofaringeus), X (Vagus): refleks menelan baik, klien mengatakan nyeri ketika menelan, ovula berada di tengah palatum mole
k.
Nervus
XI (Aksesorius): uji kekuatan otot stemokleidomastoideus
: klien mampu melawan tahanan dipipi dan dibahu.
l.
Nervus
XII (Hipoglosus): lidah simetris , posisi
digaris tengah , tidak ada tremor.
Klasfikasi data
Klasfikasi
data
Data subjektif
|
Data objektif
|
- Klien mengatakan nyeri pada tenggorokan
- Klien mengatakan nyeri ketika menelan dan berbicara
- Klien mengatakan ada sesuatu yang mengganggu di
tenggorokan
- Klien mengeluh suaranya serak
- Klien mengatakan kesulitan bersuara
- Klien mengatakan sesak
- Klien mengatakan nafsu makan menurun
- Klien mengatakan nyeri ketika menelan
- Klien mengatakan demam
- Klien mengatakan tidak enak badan
|
- Pembengkakan di leher
- Klien tampak meringis
- Skala nyeri 5 (sedang)
- Batuk kering yang kelamaan disertai dahak kental
- Klien tampak kesulitan berbicara
- Klien tampak gelisah
- Penurunan berat badan
BB
sebelum sakit: 48kg
BB
selama sakit: 44kg
TB:
157cm
IMT:
17,8
- Kulit klien teraba hangat
- TTV
TD = 120/60 mmHg
N = 75x/menit
P = 26x/menit
S = 380C
|
Analisa Data
No
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
1.
|
Ds :
- Klien mengatakan nyeri pada tenggorokan
- Klien mengatakan nyeri ketika menelan dan berbicara
Do :
- Pembengkakan di leher
- Klien tampak meringis
- Skala nyeri 5 (sedang)
- TTV
TD=120/60 mmHg
N = 75x/menit
P = 26x/menit
S = 380C
|
Laringitis
Inflamasi
Edema
submukosa laring
Penyempitan lumen saluran nafas dalam
Nyeri
|
Nyeri
|
2.
|
Ds:
- Klien mengatakan ada sesuatu yang mengganggu di
tenggorokan
- Klien mengeluh suaranya serak
- Klien mengatakan kesulitan bersuara
- Klien mengatakan sesak
Do:
- Batuk kering yang kelamaan disertai dahak kental
- Klien tampak kesulitan berbicara
- Klien tampak gelisah
- TTV
TD=120/60 mmHg
N = 75x/menit
P = 26x/menit
S = 380C
|
Laringitis
Inflamasi
Iritasi
mukosa saluran nafas atas
Merangsang
kelenjar mukus
Produksi
mukus meningkat
Batuk
Pengeluaran
sputum
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
|
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
|
3.
|
Ds:
- Klien mengatakan nafsu makan menurun
- Klien mengatakan nyeri ketika menelan
Do:
- Pembengkakan di leher
- Penurunan berat badan
BB sebelum
sakit: 48kg
BB selama
sakit: 44kg
TB: 157cm
IMT: 17,8
|
Laringitis
Inflamasi
Edema
submukosa laring
Penyempitan
lumen saluran nafas dalam
Nyeri
Sulit menelan
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
|
4.
|
Ds:
- Klien mengatakan demam
-
Klien
mengatakan tidak enak badan
Do:
- Kulit klien teraba hangat
-
Suhu tubuh: 380C
|
Laringitis
Inflamasi
Edema
submukosa laring
Penyempitan lumen saluran nafas dalam
Hipertermi
|
Hipertermi
|
B. Diagnosa keperawatan
No
|
Diagnosa
keperawatan
|
Tanggal
ditemukan
|
Tanggal
teratasi
|
1.
|
Nyeri berhubungan
dengan iritasi laring sekunder akibat infeksi
|
29 November
2016
|
-
|
2.
|
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi
berlebihan sekunder akibat proses inflamasi
|
29 November 2016
|
-
|
3.
|
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksi karena ketidaknyamanan pada tenggorokkan
|
29 November
2016
|
-
|
4.
|
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
|
29 November
2016
|
-
|
C. Rencana Asuhan Keperawatan
No
|
Diagnosa keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Nyeri berhubungan dengan iritasi laring sekunder akibat
infeksi ditandai
dengan:
Ds
:
- Klien mengatakan nyeri pada tenggorokan
- Klien mengatakan nyeri ketika menelan dan berbicara
Do
:
- Pembengkakan di leher
- Klien tampak meringis
- Skala nyeri 5 (sedang)
- TTV
TD=120/60 mmHg
N = 75x/menit
P = 26x/menit
S = 380C
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, skala nyeri dapat
berkurang dengan kriteria hasil:
- Mengendalikan faktor penyebab nyeri
- Klien tidak
merasakan nyeri lagi
- Mampu mengenali kapan terjadinya serangan
- Mampu menggunakan tindakan pencegahan
- Mampu menggunakan tindakan non analgetik untuk mengurangi nyeri
|
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi
2. Observasi TTV
3. Observasi reaksi non verbal dari
ketidaknyamanan
4. Kontrol ruangan yang dapat mempengaruhi nyeri
5. Ajarkan pasien untuk memonitor nyeri
6. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
7. Tingkatkan istirahat
8.
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
|
1. Membantu dalam
evaluasi gejala nyeri. Penggunaan skala rentang membantu pasien dalam
mengkaji tingkat nyeri
2. Perubahan frekuensi
jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri
3. Ketidaksesuaian
antara petunjuk verbal/ non-verbal dapat memberikan petunjuk derajat nyeri,
kebutuhan/keefektifan intervensi
4. Ruangan yang
berisik dapat menggagggu dan meningkatkan nyeri yang dirasakan pasien
5. Meningkatkan rasa
sehat, dapat menurunkan kebutuhan analgesik dan meningkatkan penyembuhan
6. Mempertahankan
kadar obat lebih konstan menghindari ‘puncak’ periode nyeri
7.
Penurunan kelemahan dan menghemat energi, meningkatkan kemampuan
koping
8.
Untuk menghindari “puncak” periode nyeri
|
2.
|
Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas berhubungan dengan sekresi berlebihan sekunder akibat proses
inflamasi ditandai dengan:
Ds:
- Klien mengatakan ada sesuatu yang mengganggu di
tenggorokan
- Klien mengeluh suaranya serak
- Klien mengatakan kesulitan bersuara
- Klien mengatakan sesak
Do:
- Batuk kering yang kelamaan disertai dahak kental
- Klien tampak kesulitan berbicara
- Klien tampak gelisah
- TTV
TD=120/60 mmHg
N = 75x/menit
P = 26x/menit
S = 380C
|
Setalah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan tidak
ada sumbatan pada jalan nafas dengan kriteria:
- Pernafasan dalam
batas normal
- Irama pernafasan
sesuai yang diharapkan
- Kedalaman inspirasi
normal
- Ekspansi dada
simetris
- Mudah untuk bernafas
- Bersuara secara
adekuat
|
1. Posisikan pasien pada posisi ventilasi yang
maksimal
2. Identifikasi pasien yang membutuhkan aktual /
penyisipan potensi jalan nafas
3. Bantu klien mengeluarkan secret dengan
mendorong batuk atau suctioning
4. Dorong pelan, pernapasan dalam, pemutaran, dan
batuk
5. Instruksikan bagaimana batuk yang efektif
6.
Berikan obat sesuai indikasi
|
1.
Memudahkan memelihara jalan napas atas paten
2.
Obstruksi dapat disebabkan oleh akumulasi secret
3.
Merangsang batuk atau pembersihan jalan napas
4.
Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru/jalan napas lebih
kecil
5.
Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami, membantu silia
untuk mempertahankan jalan napas paten
6.
Untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret
|
3.
|
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksi karena
ketidaknyamanan pada tenggorokkan
ditandai dengan:
Ds:
- Klien mengatakan nafsu makan menurun
- Klien mengatakan nyeri ketika menelan
Do:
- Pembengkakan di leher
- Penurunan berat badan
BB sebelum sakit: 48kg
BB selama sakit: 44kg
TB: 157cm
IMT: 17,8
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam diharapkan klien dapat memenuhi kebutuhan nutrisi dengan kriteria hasil:
-
Nafsu
makan meningkat
-
Tidak ada nyeri ketika menelan
-
Porsi
makan dihabiskan
-
Peristaltik
usus dalam batasan normal: 5-12x/menit
-
IMT
dalam batasan normal: 18,5-22,9
|
1.
Kaji pola nutrisi klien
2.
Observasi peristaltik usus
3.
Beri makanan dalam porsi sedikit tapi sering
4.
Monitor berat badan
pasien dalam batas normal
5.
Monitor adanya
penurunan berat badan
|
1.
Pasien distress pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea,
produksi sputum, dan obat
2.
Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster
3.
Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan mungkin
lambat untuk kembali
4.
Bergana untuk menentukan kebutuhan kalori , menyusun tujuan berat
badan, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi
5.
Sebagai data untuk melakukan tindakan keperwatan selanjutnya
|
4.
|
Hipertermi berhubungan
dengan proses inflamasi ditandai dengan:
Ds:
- Klien mengatakan demam
-
Klien
mengatakan tidak enak badan
Do:
- Kulit klien teraba hangat
- Suhu tubuh: 380C
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam diharapkan hipertermi dapat teratasi dengan kriteria hasil:
-
Suhu tubuh dalam rentang normal : 36,8-37,20C
-
Kulit klien
tidak teraba hangat
|
1.
Observasi tanda-tanda vital
2.
Monitor temperatur tubuh secara teratur
3.
Identifikasi adanya dehidrasi, peradangan
4.
Kompres hangat disekitar leher
5. Kolaborasi pemberian antibiotik, antipiretik
|
1.
Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami
nyeri yang dapat menyebabkan demam
2.
Suhu 38,90C-41,10C menunjukkan proses penyakit infeksius akut
3.
Dehidrasi dapat memperparah penyakit dan menyebabkan syok hipovolemik
4.
Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat
penurunan suhu tubuh
5.
Digunakan untuk mengurangi demam dan untuk mengatasi infeksi
|
D.
Catatan
Perkembangan
Catatan Perkembangan
Tgl
|
Dx
|
Jam
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
29 November
2016
|
1
|
08.00
Wita
08.05
Wita
08.08
Wita
08.10
Wita
08.20
Wita
08.25
Wita
|
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi
Hasil
:
-
Klien mengatakan nyeri pada tenggorokan
-
Skala nyeri 5 (sedang)
-
Pembengkakan di leher
2. Mengobservasi TTV
Hasil
:
TD=120/60 mmHg
N = 75x/menit
P = 26x/menit
S = 380C
3. Mengobservasi reaksi non verbal dari
ketidaknyamanan
Hasil
:
-
Klien mengatakan nyeri ketika menelan dan berbicara
-
Klien tampak meringis
4. Mengontrol ruangan yang dapat mempengaruhi nyeri
Hasil
:
- Ruangan tempat pasien dirawat tidak berisik
5. Mengajarkan pasien untuk memonitor nyeri
Hasil
:
-
Klien dan keluarga mengerti dan mampu melakukan teknik relaksasi
dengan benar
6. Kolaborasi
pemberian analgetik
Hasil
:
-
Ketorolac 1Amp/12jam/IV
|
Jam 13.00 wita
S
:
- Klien
mengatakan nyeri pada tenggorokan
- Klien mengatakan nyeri ketika menelan dan berbicara
O
:
- Skala nyeri 5 (sedang)
- Klien tampak meringis
- Pembengkakan di leher
- TTV
TD=120/60 mmHg
N = 75x/menit
P = 26x/menit
S = 380C
A
: Masalah belum teratasi
P
: Lanjutkan intervensi
|
29 November 2016
|
2
|
08.15
Wita
08.17
Wita
08.23
Wita
08.25
Wita
08.30
Wita
08.35
Wita
|
1. Memposisikan pasien pada posisi ventilasi yang
maksimal
Hasil:
Posisi fowler
2. Mengidentifikasi pasien yang membutuhkan aktual /
penyisipan potensi jalan nafas
Hasil:
-
Klien mengeluh suaranya serak
-
Klien mengatakan kesulitan bersuara
-
Klien mengatakan sesak
3. Membantu klien mengeluarkan secret dengan
mendorong batuk atau suctioning
Hasil:
-
Batuk kering yang kelamaan disertai dahak kental
4. Mendorong pelan, pernapasan dalam, pemutaran, dan
batuk
Hasil:
-
Klien mengatakan ada sesuatu yang mengganggu di
tenggorokan
5. Menginstruksikan bagaimana batuk yang efektif
Hasil:
-
Klien mampu mengikuti dan melakukan batuk efektif
6. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
Hasil: Nebulizer
(untuk mengencerkan dahak)
|
Jam 13.00 wita
S
:
-
Klien mengatakan ada sesuatu yang mengganggu di tenggorokan
-
Klien mengeluh
suaranya serak
-
Klien
mengatakan kesulitan bersuara
-
Klien
mengatakan sesak
O
:
-
Batuk kering
yang kelamaan disertai dahak kental
-
Klien tampak
kesulitan berbicara
-
Klien tampak
gelisah
-
TTV
TD=120/60
mmHg
N =
75x/menit
P = 26x/menit
S = 380C
A
: Masalah belum teratasi
P
: Lanjutkan intervensi
|
29 November 2016
|
3
|
08.40
Wita
08.45
Wita
08.49
Wita
09.00 Wita
10.00
Wita
|
1.
Mengkaji pola nutrisi klien
Hasil:
- Klien mengatakan
nafsu makan menurun
- Klien mengatakan
nyeri ketika menelan
- Pembengkakan di
leher
2.
Mengobservasi peristaltik usus
Hasil:
- Peristaltik usus
6x/menit
3.
Memberi makanan dalam porsi sedikit tapi sering
Hasil:
- Klien makan hanya 2
sendok
4.
Memonitor berat badan
pasien dalam batas normal
Hasil:
BB: 44Kg
TB: 157cm
IMT: 17,8
5.
Memonitor adanya
penurunan berat badan
Hasil:
- Penurunan berat
badan
- BB sebelum sakit:
48kg
- BB setelah sakit:
44kg
|
Jam
14.00 wita
S
:
- Klien
mengatakan nafsu makan menurun
- Klien
mengatakan nyeri ketika menelan
O
:
-
Pembengkakan
di leher
-
Makan hanya 2
sendok
-
Penurunan
berat badan
-
BB sebelum
sakit: 48kg
-
BB selama
sakit: 44kg
-
IMT: 17,8
A :
Masalah belum teratasi
P
: Lanjutkan intervensi
|
29 November 2016
|
4
|
10.15
Wita
10.20
Wita
10.25
Wita
10.29
Wita
10.35
Wita
|
1. Mengobservasi tanda-tanda vital
Hasil:
- TTV
TD=100/60 mmHg
N = 75x/menit
P = 26x/menit
S = 380C
2.
Monitor temperatur tubuh secara teratur
Hasil:
-
Kulit klien teraba hangat
-
Suhu tubuh: 380C
3.
Mengidentifikasi adanya dehidrasi, peradangan
Hasil:
-
Klien mengatakan demam
-
Klien mengatakan tidak enak badan
4.
Mengkompres hangat disekitar leher
Hasil:
-
Kulit klien teraba hangat
5.
Kolaborasi pemberian antibiotik, antipiretik
Hasil: ketorolac, cefotaxime
|
Jam
15.00 wita
S
:
- Klien
mengatakan demam
- Klien
mengatakan tidak enak badan
O
:
-
Kulit klien
teraba hangat
-
Suhu tubuh: 380C
A :
Masalah belum teratasi
P
: Lanjutkan intervensi
|
DAFTAR
PUSTAKA
Doenges, Marilynn.E. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta
: EGC.
Manurung, Santa 2008. Gangguan Sistem Pernafasan Akibat Infeksi. Jakarta : Trans Info
Media.
Muttaqin, Arif 2010. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernfasan. Jakarta
: Salemba Medika.
Somantri, Irman 2010. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta
: Salemba Medika.
Komentar
Posting Komentar