Asuhan Keperawatan Hernia Nukleus Pulposus
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hernia
Nukleus Pulposus adalah suatu keadaan dimana terjadi pengeluaran isi nucleus
dari dalam discus intervertebralis (rupture discus) sehingga nucleus dari
discus menonjol ke dalam cincin annulus (cincin fibrosa sekitar discus) dan
memberikan manifestasi kompresi saraf (Helmi, 2014). Hernia Nukleus Pulposus
banyak terjadi pada daerah lumbal dan servikal yang akhirnya menimbulkan
keluhan. (Mahdi I.A., 2016)
Pada
dasarnya keluhan nyeri dapat terjadi pada bangunan neuro musculoskeletal yang
mana dari tubuh manusia, diantaranya nyeri punggung bawah, dalam dunia medis
disebut Low Back Pain, yang terjadi karena Hernia Nukleus Pulposus. (Nugroho
D.S.A & Maheswara A., 2015)
Hernia
Nukleus Pulposus atau herniasi diskus invertebralis, yang sering pula disebut
sebagai Lumbar Disc Syndrome atau Lumbosacral radiculopathies adalah penyebab
tersering nyeri punggung bawah yang bersifat akut, kronik atau berulang. (Leksana
J.S., 2013)
Gaya
hidup masyarakat pada perkembangan zaman ini semakin sibuk dengan pekerjaan
yang padat, dengan tingkat stress yang tinggi dan sering mengabaikan kesehatan.
Jika kita tidak memperhatikan kesehatan akhirnya banyak penyakit yang menyerang
seperti halnya hernia nucleus pulposus servikal. (Mahdi
I.A., 2016)
Stiatica
adalah istilah yang umum digunakan untuk menunjukkan rasa sakit yang memancar
dari punggung bawah ke lokasi yang berbeda. Ini mungkin termasuk rasa sakit
yang dihasilkan dari daerah inguinal ke femoralis juga. Stiatica juga sering
disebut sebagai nyeri yang melayang, disertai nyeri punggung, dan kecacatan
yang biasanya dapat diubah menjadi skala nyeri dari (tanpa rasa sakit) 0-100
(rassa sakit yang paling parah). Sciatica dapat disebabkan karena pelampiasan
saraf pada saraf lumbarsacral, dan atau jebakan otot pada otot piriformis. (Azua
J.A.R., 2016)
Menurut
Pooler, lokasi pada lumbal spine 90% hingga 95% yang paling sering terjadi
injury yaitu pada L4-L5 dan L5-S1. Hal ini disebabkan karena pada L4-L5 dan
L5-S1 merupakan pusat penopang beban tubuh terberat.
Menurut
UU Kesehatan No.38 tahun 2009 tentang kesehatan menyebutkan bahwa kesehatan
adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. (Cahyati
Y.I., 2015)
World
Health Organization (WHO) dalam laporannya yang dimuat dalam WHO technical
report series nomor 119 tahun 2003 yang berjudul ‘The Burden of Musculoskeletal
Conditions at The Starts of The New Millenium’ menyatakan terdapat kira-kira
150 gangguan musculoskeletal diderita ratusan juta manusia yang mengakibatkan
nyeri dan inflamasi berkepanjangan serta disabilitas, sehingga menyebabkan
gangguan psikologisdan sosial penderita. Nyeri yang diakibatkan oleh gangguan
tersebut adalah keluhan nyeri punggung bawah. Laporan ini berhubungan dengan
penetapan decade 2000-2010 oleh WHO sebagai decade tulang dan persendian (Bone
n joint decade 2000-2010), dimana penyakit gangguan musculoskeletal telah
menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat pelayanan kesehatan di seluruh
dunia. (Naufal
R., 2013)
Herniated
nucleus pulposus (HNP) sering menyebabkan nyeri punggung dan nyeri radikular,
yaitu linu panggul. Sindroma diska lumbar, yang didefinisikan sebagai disk
hernia atau stiatica khas, didiagnosis pada 5% pria dan 4% wanita dalam survey
Finlandia yang besar. Insiden disk lumbal henia atau linu panggul meningkat
dengan jelas setelah usia 19 tahun menurut sebuah studi kohort kelahiran
longitudinal Finlandia. (Autio R. 2013)
Sayangnya,
penyebab nyeri punggung bawah masih belum diketahui oleh 70% pasien perawatan
kesehatan primer. Meskipun tidak ada tes tunggal atau temuan klinis yang
spesifik untuk nyeri punggung yang discinduced, disarankan agar cakram,
intervertebralis hernia bertanggung jawab atas sekitar 40% kasus nyeri punggung
yang berkepanjangan. (Naufal R., 2013)
Sejak
oktober 2010 International Association for the Study of Pain (IASP) juga
menetapkan tahun global melawan nyeri akut (global year against acute pain),
dengan memfokuskan perhatian pada nyeri yang kurang mendapat perhatian dan
pengobatan. IASP menyatakan bahwa semakin banyak orang diseluruh dunia
mengalami nyeri otot daripada kategori rasa sakit lainnya. Menurut para ahli,
masalahnya rumit dan luas, meliputi berbagai jenis rasa sakit, termasuk sakit
leher, sakit persendian, nyeri punggung bawah, nyeri tulang, dan nyeri kronis
yang meluas. Meskipun pada kisaran kondisi dan gejala yang khas, semua jenis
nyeri musculoskeletal punya mekanisme dasar, manifestasi, dan perawatan
potensial yang serupa (IASP, 2010). (Naufal R., 2013)
Salah
satu penyebab paling sering dari LBP adalah Hernia Nukleus Pulposus. Sekitar
40% pasien dengan keluhan LBP disebabkan oleh herniasi diskus (Maliawan S,
2009). LBP yang diderita pasien usia kurang dari 55 atau 60 tahun disebabkan
oleh HNP sedangkan yang usianya lebih tua, nyeri pinggang disebabkan oleh
osteoporosis fraktur kompresi dan fraktur patologis. (Naufal
R., 2013)
Prevalensi
Lumbo Sacral junction is lumbosacral Transitional Vertebra (LSTV) pada populasi
umum ditemukan sebesar 4-35,9. Prevalensi lumbalisasi bervariasi antara 3,4 –
7,2% sedangkan sakralisasi bervariasi dari 1,7 – 14%. Ditribusi seks anomaly
lumbosakral menunjukkan kejadian yang lebih besar pada pria (71,5%)
dibandingkan wanita (28,5%). (Sahoo
P.K., 2016)
Menurut
penelitian Dwi Oktavia Sari Setelah mendapatkan terapi sebanyak 6 kali dengan
menggunakan terapi latihan diperoleh evaluasi terakhir berupa: 1) Adanya
penurunan nyeri; 2) Adanya peningkatan lingkup gerak sendi; 3) Kekuatan otot
masih stabil. (Sari D.O., 2014)
Keiichi dalam
penelitiannya menemukan 16 hari 28 pasien HNP didapati udem radiks yang nampak
gambaran hipodens pada scan tomografi lumbo-sakral. (Raharjo E., 2013)
Pada penelitian Rizaldy
Pinzon masalah yang muncul adalah “bagaimana profil klinis pasien nyeri
punggung bawah akibat Hernia Nukleus Pulposus?” pemahaman akan profil klinis
dan perjalanan klinis suatu penyakit sering kali diperlukan untuk pengambilan
keputusan klinis yang tepat. (Pinzon R., 2013)
Penelitian
tentang hubungan obesitas sentral dengan nyeri punggung bawah sudah banyak
dilakukan, namun penelitian obesitas sentral dengan HNP masih sangat jarang.
Berdasarkan hasil observasi di salah satu klinik fisioterapi di kota Makassar,
terdapat pasien dengan kelebihan berat badan menderita nyeri punggung bawah
karena Hernia Nukleus Pulposus. (Fatmasari D., 2016)
Prevalensi
pasien Hernia Nukleus Pulposus di klinik
Fisioterapi se-kota Makassar pun belum ada data pasti karena belum ada
penelitian sebelumnya tentang hal tersebut. Berdasarkan hasil temuan atau
uraian di atas, memberikan dasar bagi peneliti untuk melakukan penelitian
mengenai hubungan obesitas sentral dengan derajat Hernia Nukleus Pulposus di
klinik Fisioterapi Kota Makassar. (Tiaranita L., 2013)
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa definisi
dari Hernia Nukleus Pulposus?
2.
Apa etiologi
dari penyakit Hernia Nukleus Pulposus?
3.
Apa manifestasi
klinis dari Hernia Nukleus Pulposus?
4.
Bagaimana
patofisiologi dari penyakit Hernia Nukleus Pulposus?
5.
Bagaimana konsep
keperawatan dari penyakit Hernia Nukleus pulposus?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umum
Memperoleh pengetahuan dan gambaran yang jelas tentang
penerapan asuhan keperawatan pada penderita penyakit Hernia Nukleus Pulposus.
Serta di harapkan mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan tentang penyakit
Hernia Nukleus Pulposus.
2.
Tujuan Khusus
Dengan membaca makalah ini mahasiswa ataupun pembaca mampu:
a.
Mengetahui bagaimana konsep dasar dari penyakit Hernia
Nukleus Pulposus
b.
Mengetahui bagaimana konsep keperawatan dari penyakit
Hernia Nukleus Pulposus
D.
Manfaat Penulisan
1.
Bagi rumah sakit
2.
Sebagai sumbangan informasi tentang kasus- kasus dengan
penyakit Hernia Nukleus Pulposus
3.
Bagi institusi pendidikan
4.
Dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam
pembelajaran atau perkuliahan mengenai konsep dasar dan konsep keperawatan yang
berhubungan dengan penyakit Hernia Nukleus Pulposus
5.
Bagi profesi keperawatan
6.
Dapat menjadi penambah pengetahuan mengenai konsep
dasar dan konsep keperawatan khususnya dalam melakukan praktik kesehatan serta
dalam proses pembuatan ASKEP
7.
Bagi penulis
8.
Menambah wawasan dan pengetahuan tentang konsep dasar
dan konsep keperawatan mengenai penyakit Hernia Nukleus Pulposus, serta dapat
dijadikan sebagai panduan belajar dan dalam pembuatan asuhan keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Konsep Dasar
Medis
1.
Pengertian
Hernia Nukleus Pulposus
(HNP) adalah ganguan yang melibatkan
Rupture annulus
pulposus (cincin luar diskus) sehingga nucleus pulposus menonjol (mengalami
herniasi) dan menekan akar saraf spinal, menimbulkan nyeri dan mungkin deficit
neurologic. Sebagian besar terjadi antara L4 dan L5, menekan akar saraf L5 atau
antara L5 dan S1, menakan akar saraf S1. (Nurarif H Amin dan Kusuma Hardhi,
2015)
Hernia
Nukleus Pulposus (HNP) adalah keadaan dimana terjadi penonjolan atau perubahan
tempat/bentuk pada nucleus pulposus dalam diskus intervertebralis. Tulang
belakang/kolumna vertebralis tersusun atas ruas-ruang tulang belakang (corpus
vertebralis) yang dihubungkan oleh diskus intervertebralis. Diskus-diskus ini
membentuk sendi fibrokartilago sehingga memungkinkan tulang belakang bergerak
fleksibel. Diskus ini juga berfungsi sebagai penyangga dan peredam kejut.
Terdapat tiga komponen
penting pada diskus intervertebralis yaitu:
a.
Lempeng tulang
rawan yang berada diatas dan dibawah diskus.
b.
Annulus fibrosus
terdiri atas jaringan ikat tulang rawan yang merupakan anyaman serat
fibroelastik mengelilingi nucleus pulposus, terbentuk seperti cincin
c.
Nucleus pulposus
merupakan bagian tengah dari diskus yang merupakan materi semigelatin dan
mengandung berkas-berkas serabut kolagen, mempunyai kemampuan kuat mengikat
air. Materi nucleus pulposus 80% terdiri atas air
Herniasi
pada diskus intervertebralis merupakan penyebab paling banyak terjadinya nyeri
pinggang kronik. Daerah yang sering terjadinya hernia adalah pada daerah-daerah
yang sering bergerak seperti pada lumbal dan servikal. Pada daerah lumbal yang
paling sering terjadi adalah pada L4 sampai dengan S1. Sedangkan pada servikal
yang paling sering terjadi adalah pada C5 sampai dengan C7. Herniasi pada
daerah thorak relative jarang. Angka kejadian herniasi diskus intervertebralis
lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada wanita dan usia yang paling sering
adalah 30-50 tahun (Tarwoto, 2013)
2.
Etiologi
Region
lumbalis merupakan bagian yang tersering mengalami HNP. Kandungan air diskus
berkurang seiring bertambahnya usia. Selain itu serat-serat menjadi lebih kasar
dan mengalami hialinisasi. Yang ikut berperasn menimbulkanprubahan yang
menyebabkan herniasi nucleus pulposus melalui annulus disertai penekanan akar
saraf spinal. Umumnya herniasi kemungkinan paling besar terjadi didaerah
kolumna verterbralis tempat terjadadinya transisi dari segmen yang lebih bnyak
bergerak ke yang kurang bergerak (hubungan lumbalsakral dan servikotorakalis). (Nurarif
H Amin dan Kusuma Hardhi, 2015)
3.
Patofisiologi
Proses
degenerative yang terjadi pada diskus intervertebralis diantaranya terjadi
perubahan pada annulus fibrosus dan nucleus pulposus. Pada annulus fibrosus
terjadi kerusakan dan serat-serat fibroelastik terputus yang kemudian diganti
oleh jaringan ikat. Perubahan ini akan menimbulkan rongga-rongga pada annulus.
Perubahan yang terjadi pada nucleus pulposus adalah adanya penurunan kemampuan
pengikatan air sehingga volume nucleus pulposus menjadi menurun. Perubahan
kedua komponen tersebut menyebabkan tahan an interdiskus akan menurun. Jika
terjadi peninggian tekanan pada diskus intervertebralis secara tiba-tiba dan
berlangsung lama maka materi nucleus pulposus akan menonjol mengisi annulus
fibrosus yang rusak. Penonjolan nucleus kebelakang lateral dan menekan saraf
pada radiks dorsalis (mengandung serat saraf sensorik) yang berjalan dalam
kanalis vertebralis akan menimbulkan rasa nyeri. Gerakan-gerakan yang merubah
posisi tulang belakang seperti membungkuk, bersin, dan batuk akan menambah
nyeri.
Kerusakan
pada diskus intervertebralis ini dapat disebabkan karena proses degenerative
misalnya makin berkurangnya daya lentur, menurunnya jaringan kolagen, dan
menurunnya kandungan air dengan bertambahnya usia, trauma tulang belakang,
factor genetic, operasi tulang belakang, kelainan postur seperti kiposis,
lordosis, karena kelainan tulang belakang lainnya seperti spondilitis, spinal
stenosis. (Tarwoto, 2013)
4.
Manifestasi
klinis
Tanda
dan gejala tergantung pada lokasi yang terkena misalnya pada daerah lumbal,
terjadi nyeri pada daerah pinngang pada satu sisi y ang menjalar kearah tungkai
dan kaki, kelemahan otot kaki, paristesia, kebas pada kaki, ganguan eliminasi
bowel, blader dan seksual mungkin saja dapat terjadi. Nyeri tekanan pada daerah
herniasi dan pergerakan tulang belakang berkurang.
Pada
daerah servikal HNP dapat menimbulkan rasa nyeri pada leher atau pindah menjalar
pada lengan, ganguan sensibilitas pada lengan atas bawah sisi radius dan ibu
jari. (Tarwoto, 2013)
5.
Komplikasi
a.
Kelemahan
motorik
b.
Hilangnya
sensori
c.
Gangguan fungsi
seksual
d.
Inkontinensia
bowel dan blader (Tarwoto, 2013)
6.
Test diagnostik
a.
Spinal x-ray :
adanya kerusakan pada kolumna vertebralis
b.
Myelografi :
menentukan adanya herniasi diskus atau derajat herniasi
c.
Cairan
serebrospinalis : protein mungkin meningkat
d.
Elektromyografi
: menentukan kerusakan saraf dan otot
e.
Ct scan : adanya
hernia diskus
f.
MRI : adanya
hernia diskus (Tarwoto, 2013)
7.
Penatalaksanaan
a.
Penatalaksanaan
umum
1)
Bedrest dengan
tempat tidur datar dan alas keras untuk mengurangi rasa nyeri dan kerusakan
saraf.
2)
Fisioterapi :
mengurangi resiko gannguan immobilisasi, melancarkan peredaran darah.
3)
Traksi : menstabilkan
/ memfiksasi lokasi kerusakan diskus
4)
Perubahan posisi
: mengurangi rasa nyeri dan resiko dekubitus.
5)
Kebutuhan
nutrisi
b.
Pengobatan
1)
Analgetik untuk
mengurangi nyeri
2)
Relaksasi otot :
metaxalone, methacarbamol, chlorzazone
3)
Antiinflamasi :
phanyibutazone
4)
Antianxietas :
diazepam
c.
Operasi
1)
Laminektomi :
pengangkatan lamina vertebral dan degenerasi diskus untuk membebaskan tekanan
pada akar saraf
2)
Lumbal/cervical mikrodisrektomi
: pengangkatan diskus yang mengalami degenerasi dengan menggunakan teknik pembedahan
mikro
3)
Spinal fusi :
menempatkan tulang baru pada kedua vertebra (bonegraf) untuk memfiksasi
vertebra
d.
Terapi lain
1)
Kemonukleosis :
yaitu penyuntikan 2000-4000 unit kimopapain (enzim dari lateks pepaya) kedalam
diskus hernia yang sakit. Kimopapain menyebabkan hidrolisis protein, menurunkan
kemampuan mengikat air dalam nucleus pulposus sehingga dapat membebaskan rasa
nyeri radiks saraf. (Tarwoto, 2013)
8.
Discharge
Planning
a.
Hindari
mengendarai mobil saat proses pemulihan
b.
Menghindari
kerja berat selama 2 sampai 3 bulan setelah operasi
c.
Makan makanan
yang banyak mengandung nutrisi dan vitamin serta kalsium untuk meningkatkan
daya tahan tubuh
d.
Periksa ke
dokter jika gejala kambuh atau semakin parah
e.
Tirah baring
singkat di atas kasur yang keras dan rata
f.
Fisioterapi
g.
Konsultasikan
jika memerlukan terapi lebih lanjut
h.
Pemakaian alat
bantu lumbo-sakral berupa korset dan penyangga jika nyeri menetap pada bagian
belakang (punggung)
i.
Olahraga secara
bertahap jika nyeri punggung sudah mereda untuk memperkuat otot punggung dan
abdomen. (Nurarif H Amin dan Kusuma Hardhi, 2015)
9.
Stress fisik
|
Trauma
|
Cincin konsentrik annulus
fibrosus robek
|
Nukleus pulposus mengalami
herniasi
|
Protrusio Diskus (intake
menonjol)
|
Materi nucleus menyusup
keluar dari diskus ke dalam kanalis spinalis
|
Menjepit akar saraf
ipsilateral
|
Rencana tindakan pembedahan
|
Kurangnya informasi
|
Ansietas
Defisiensi
pengetahuan
|
|
|
Nyeri
|
Hambatan
mobilitas fisik
|
(Nurarif H Amin dan Kusuma Hardhi, 2015)
B.
Konsep Dasar
Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Riwayat
kesehatan
1)
Riwayat
kejadian, tanda dan gejala
2)
Riwayat trauma,
pembedahan, infeksi pada tulang belakang
3)
Riwayat
pekerjaan seperti sering mengangkat beban berat
b.
Pemeriksaan
fisik
1)
Perubahan postur
tubuh, cara berjalan
2)
Nyeri pada
bagian belakang
3)
Nyeri pada saat
digerakkan, bersin, batuk.
4)
Kelemahan otot,
kekuatan otot, spasme otot
5)
Hilangnya
sensasi/sensorik
6)
Refleks tendon
trisep, Achilles berkurang
7)
Kehilangan
fungsi seksual, eliminasi bowel dan bladder
8)
Tanda Kernig’s
positif
9)
Tes Lasegue
terbatas, kurang dari 70o
c.
Psikososial
1)
Gangguan pola
tidur
2)
Cepat
tersinggung
(Tarwoto, 2013)
2.
Diagnosis
keperawatan
a.
Nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera fisik
b.
Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular
c.
Ansietas
berhubungan dengan ancaman pada status terkini
d.
Defisiensi
pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber pengetahuan
(Herdman
H.T & Kamitsuru S., 2015)
3.
Intervensi Keperawatan
No
|
Diagnosis
Keperawatan
|
NOC
|
NIC
|
1.
|
Nyeri
akut berhubungan dengan agen cedera fisik
Defenisi:
Pengalaman
sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan
jaringan aktual atau potensial atau yang digambarakan sebagai kerusakan;
awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan
akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi
Batasan
karakteristik:
1.
Bukti nyeri
dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri untuk pasien yang tidak dapat
mengungkapkanya
2.
Ekspresi wajah
nyeri
3.
Fokus pada
diri sendiri
4.
Keluhan
tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri
5.
Perubahan
posisi untuk menghindari nyeri
6.
Sikap
melindungi area nyeri
|
NOC
-
Kontrol nyeri
-
Tingkat nyeri
-
Tingkat
ketidaknyamanan
Kriteria hasil :
-
Mengenali
kapan nyeri terjadi dengan skala target outcome dipertahankan pada skala 2
(jarang menunjukkan) ditingkatkan ke skala 4 (sering menunjukkan)
-
Nyeri yang
dilaporkan dengan skala target outcome dipertahankan pada skala 2 (cukup
berat) ditingkatkan ke skala 4 (ringan)
-
Nyeri dengan
skala target outcome dipertahankan pada skala 2 (cukup berat) ditingkatkan ke
skala 4 (ringan)
|
1.
Manajemen
Nyeri
-
Lakukan
pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan intensitas atau beratnya nyeri dan factor pencetus
-
Observasi
adanya petunjuk non verbal mengenai ketidaknyamanan terutama pada mereka yang
tidak dapat berkomunikasi secara efektif
-
Tentukan
akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup pasien
-
Evaluasi
pengalaman nyeri di masa lalu yang meliputi riwayat nyeri kronik individu
atau keluarga atau nyeri yang menyebabkan disability/ketidakmampuan/kecacatan,
dengan tepat
-
Berikan
informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
dirasakan, dan antisipasi dari ketidaknyamanan akibat prosedur
2.
Pemberian
Analgesik
-
Tentukan
lokasi, karakteristik, kualitas dan keparahan nyeri sebelum mengobati pasien
-
Cek perintah
pengobatan meliputi obat, dosis, dan frekuensi obat analgesik yang diresepkan
-
Cek adanya
riwayat alergi obat
-
Evaluasi
kemampuan pasien untuk berperan serta dalam pemilihan analgesic, rute, dan
dosis dan keterlibatan pasien, sesuai kebutuhan
3.
Pengaturan
posisi
-
Dorong pasien
untuk terlibat dalam perubahan posisi
-
Berikan obat
sebelum membalikan badan pasien, dengan tepat
-
Masukan posisi
tidur yang diinginkan kedalam rencana perawatan jika tidak ada kontrak
indikasi
4.
Monitor Tanda
Tanda Vital
-
Monitor
tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernapasan dengan tepat
-
Monitor
tekanan darah setelah pasien minum obat jika meungkinkan
-
Monitor warna
kulit, suhu dan kelembapan
-
Monitor
sianosi sentral dan perifer
|
2.
|
Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
Defenisi:
Keterbatasan
dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ekstermitas secara mandiri dan
terarah
Batasan
Karakteristik:
1.
Gangguan sikap
berjalan
2.
Gerakan lambat
3.
Gerakan tidak terkordinasi
4.
Instabilitas
postur
5.
Kesulitan
membolak balik posisi
6.
Keterbatsan
rentang gerak
7.
Ketidak
nyamanan
|
NOC
-
Pergerakan
-
Kemampuan
berpindah
-
Orientasi
kesehatan
Kriteria hasil :
-
Kinerja
pengaturan tubuh dengan skala target outcome dipertahankan pada skala 2
(banyak terganggu) ditingkatkan ke skala 4 (sedikit terganggu)
-
Berpindah dari
satu permukaan ke permukaan yang lain sambil berbaring dengan skala target
outcome dipertahankan pada skala 2 (banyak terganggu) ditingkatkan ke skala 4
(sedikit terganggu)
-
Fokus pada
menjaga kemampuan fungsional dengan skala target outcome dipertahankan pada
skala 2 (lemah) ditingkatkan ke skala 4 (kuat)
|
1.
Perawatan
tirah baring
-
Jelaskan
alasan diperlukannya tirah baring
-
Posisikan
sesuai body alignment yang tepat
-
Hindari menggunakan
kain linen kasur yang teksturnya kasar
-
Jaga kain
linen kasur tetap bersih, kering dan bebas kerutan
2.
Terapi
latihan: kontrol otot
-
Tentuka
kesiapan pasien untuk terlibat dalam aktifitas atau protokol latihan
-
Evaluasi
fungsi sensori
-
Bantu menjaga stabilitas
sendi tubuh dan atau proksimal selama latihan motorik
3.
Pengaturan
posisi: neurologis
-
Imobilisasi
atau topang bagian tubuh yang terganggu dengan tepat
-
Berikan posisi
yang terapeutik
-
Jangan berikan
tekanan pada bagian tubuh yang terganggu
-
Lindungi bagian
tubuh yang terganggu
-
Pasang korsel
tulang belakang
-
Pantau area
pemasangan traksi
-
Lakukan ROM
pasif pada ekstermitas yang terganggu
|
3.
|
Ansietas
berhubungan dengan ancaman pada status terkini
Defenisi
:
Perasaan
tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons otonom; perasaan
takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya
Batasan
karakteristik :
1.
Agitasi
2.
Gelisah
3.
Gerakan ekstra
4.
Insomnia
5.
Mengekspresikan
kekhawatiran karena perubahan dalam peristiwa hidup
6.
Tampak waspada
7.
Berfokus pada
diri sendiri
8.
Ketakutan
9.
Sangat
khawatir
10. Wajah tegang
|
NOC
-
Tingkat
kecemasan
-
Tingkat rasa
takut
-
Status
neurologi: otonomik
Kriteria hasil :
-
Perasaan
gelisah dengan skala target outcome dipertahankan pada skala 2 (cukup berat)
ditingkatkan ke skala 4 (ringan)
-
Penurunan
lapang persepsi dengan skala target outcome dipertahankan pada skala 2 (cukup
berat) ditingkatkan ke skala 4 (ringan)
-
Pola respon
berkeringat dengan skala target outcome dipertahankan pada skala 2 (banyak
terganggu) ditingkatkan ke skala 4 (sedikit terganggu)
|
1.
Bimbingan
Antisipasif
-
Bantu klien
mengidentifikasi kemungkinan perkembangan situasi krisis yang akan terjadi
dan efek dari krisis yang bisah berdampak pada klien dan keluarga
-
Intruksikan
klien mengenai perilaku dan perkembangan dengan cara yang tepat
-
Berikan
informasi mengenai harapan-harapan yang realistis terkait dengan perilaku
pasien
-
Bantu klien
untuk memutuskan bagiamana masalah dipecahkan
2.
Pengurangan
Kecemasan
-
Gunakan
pedekatan yang tenang dan meyakinkan
-
Nyatakan dengan
jelas harapan terhadap prilaku klien
-
Jelaskan semua
prosesdur termaksut sensasi yang akan dirasakan yang mungkin akan dialami
klien selama prosedur
-
Pahami situasi
krisis yang terjadi dari prespektif klien
-
Berikan
informasi factual terkait diagnosis, perawatan dan prognosis
3.
Teknik
Menenangkan
-
Pertahankan
sikap yang tenang dan hati-hati
-
Pertahankan
kontak mata
-
Kurangi
stimuli yang menciptakan perasaan takut maupun cemas
-
Identifikasi
orang-orang terdekat klien yang bisa membantu klien
-
Berikan obat
anti kecemasan jika diperlukan
|
4.
|
Defisiensi
pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber pengetahuan
Definisi
:
Ketiadaan
atau defisiensi informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu
Batasan
karakteristik :
1.
Ketidakakuratan
melakukan tes
2.
Ketidakakuratan
mengikuti perintah
3.
Kurang
pengetahuan
4.
Perilaku tidak
tepat (mis, histeria, bermusuhan, agitasi, apatis)
|
NOC
-
Pengetahuan:
Manajemen Penyakit Akut
-
Pengetahuan:
Proses Penyakit
-
Pengetahuan:
Manajemen Nyeri
Kriteria hasil :
-
Faktor-faktor
penyebab dan faktor yang berkontribusi dengan skala target outcome
dipertahankan pada skala 2 (pengetahuan terbatas) ditingkatkan ke skala 4
(pengetahuan banyak)
-
Efek
fisiologis penyakit dengan skala target outcome dipertahankan pada skala 2
(pengetahuan terbatas) ditingkatkan ke skala 4 (pengetahuan banyak)
-
Strategi untuk
mengontrol nyeri dengan skala target outcome dipertahankan pada skala 2
(pengetahuan terbatas) ditingkatkan ke skala 4 (pengetahuan banyak)
|
NIC
1.
Pendidikan
Kesehatan
-
Identifikasi
faktor internal atau eksternal yang dapat meningkatkan atau mengurangi
motivasi untuk berperilaku sehat
-
Pertimbangkan
riwayat individu dalam konteks personal dan riwayat social budaya individu,
keluarga dan masyarakat
-
Tentukan
pengetahuan kesehatan dan gaya hidup perilaku saat ini pada individu,
keluarga, atau kelompok sasaran
-
Ajarkan
strategi yang dapat digunakan untuk menolak perilaku yang tidak sehat atau
berisiko daripada memberikan saran untuk menghindari atau mengubah perilaku
2.
Peningkatan
Kesadaran Kesehatan
-
Ciptakan
lingkungan perawatan kesehatan dimana pasien dengan permasalahan memahami
aksara dapat mencari bantuan tanpa merasa malu atau merasa dicela
-
Berkomunikasi
dengan mempertimbangkan kesesuaian budaya, kesesuaian usia, dan kesesuaian
jenis kelamin
-
Pertimbangkan
status kesadaran kesehatan pasien diawal kontak melalui pengkajian informal
dan atau formal
-
Observasi
tanda-tanda kesadaran kesehatan yang terganggu
-
Evaluasi
pemahaman pasien dengan meminta pasien mengulangi kembali menggunakan
kata-kata sendiri atau memperagakan keterampilan
3.
Pengajaran:
Proses Penyakit
-
Kaji tingkat
pengetahuan pasien terkait dengan proses penyakit yang spesifik
-
Jelaskan
patofisiologi penyakit dan bagai mana hubungannya dengan anatomi dan
fisiologi, sesuai kebutuhan
-
Review pengetahuan
pasien mengenai kondisinya
-
Identifikasi
perubahan kondisi fisik pasien
-
Beri
ketenangan terkait kondisi pasien, sesuai kebutuhuan
4.
Dukungan
Pengambilan keputusan
-
Tentukan
apakah terdapat perbedaan antara pandangan pasien dan pandangan penyedia perawatan
kesehatan mengenai kondisi pasien
-
Bantu pasien
mengidentifikasi keuntungan dan keruagian dari setiap artenatif pilihan
-
fasilitasi
pengambilan keputusan kolaboratif
|
(Moorhead S, Johnson M, Maas M.L,
Swanson E., 2013) dan (Bulechek G.M, Butcher H.K, Dochterman J.M, Wagner C.M., 2013)
4.
Implementasi
Implementasi keperawatan
adalah tahap pelaksanaan yang dimulai setelah rencana tidankan disusun untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana
tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan klien.
5.
Evaluasi
Perencanaan evaluasi memuat kriteria
keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan keperawatan, keberhasilan proses
dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara proses dengan pedoman atau
rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan
membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dan tingkat kemajuan kesehatan
pasien dengan tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sejak oktober 2010
International Association for the Study of Pain (IASP) menyatakan bahwa semakin
banyak orang diseluruh dunia mengalami nyeri otot daripada kategori rasa sakit
lainnya. Menurut para ahli, masalahnya rumit dan luas, meliputi berbagai jenis
rasa sakit, termasuk sakit leher, sakit persendian, nyeri punggung bawah, nyeri
tulang, dan nyeri kronis yang meluas.
Prevalensi pasien Hernia Nukleus Pulposus di klinik Fisioterapi
se-kota Makassar pun belum ada data pasti karena belum ada penelitian sebelumnya
tentang hal tersebut.
B.
Saran
Dengan disusunnya
makalah ini diharapkan kepada semua pembaca agar dapat menelaah dan memahami
apa yang tertulis dalam makalah ini sehingga bisa menambah pengetahuan pembaca.
Disamping itu, kami juga mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca
sehingga kami bisa berorientasi lebih baik pada makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Autio R. 2013. Corelation With
Clinical Findings, Determinants of Spontaneous Resorption and Effects of
Anti-Inflammatory Treatments On Spontaneous Resorption. Oulun Yliopisto,
Oulu D 877. [diakeses tanggal 7 Mei 2017]
Azua
J.A.R. 2016. Treatment Modalities for
Lumbar Herniated Discs That Cause Sciatica. MOJ Anat Physiol 2(1): 00032.
[diakeses tanggal 27 April 2017]
Bulechek G.M, Butcher H.K, Dochterman J.M, Wagner C.M. 2013. Nursing Interventions
Classification (NIC). Singapura: Elsevier Inc.
Cahyati
Y.I. 2015. Penatalaksanaan Fisioterapi
Pada Kondisi Hernia Nukleus Pulposus (HNP) Pada L5-S1. Tersedia dalam :
eprints.ums.ac.id [diakeses tanggal 27 April 2017]
Fatmasari
D. 2016. Hubungan Antara Obesitas Sentral
Dengan Derajat Hernia Nukleus Pulposus. Tersedia dalam :
Repository.unhas.ac.id [diakeses tanggal 27 April 2017]
Herdman H.T (Eds), Kamitsuru S (Eds). 2015. NANDA Interntional Inc. Diagnosis
Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10.Jakarta: Penerbit Bukun Kedokteran
Leksana
J.S. 2013. Hernia Nukleus Pulposus Lumbal
Ringan Pada Janda Lanjut Usia Yang Tinggal Dengan Keponakan Dengan Usia Yang
Sama. Medula, Vol. 1 No.2. Tersedia dalam : juke.kedokteran.unila.ac.id
[diakeses tanggal 27 April 2017]
Mahdi
I.A. 2016. Penatalaksanaan Fisioterapi
Pada Kasus Hernia Nucleus Pulposus Cervical 6-7. Tersedia dalam :
eprints.ums.ac.id [diakeses tanggal 27 April 2017]
Moorhead S, Johnson M, Maas M.L, Swanson E. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). Singapura: Elsevier Inc.
Naufal
R. 2013. Hubungan Antara Intensitas
Iskhialgia Dengan Disabilitas Aktivitas Sehari-hari Pada Pasien Hernia Nukleus
Pulposus (HN). Tersedia dalam : eprints.ums.ac.id [diakeses tanggal 27
April 2017]
Nugroho
D.S.A & Maheswara A. 2015. Penatalaksanaan
Fisioterapi Pada Kasus HNP Dengan Modalitas Shortwave Diatermy, Traksi Lumbal
dan MC. Kenzie Exercise. Tersedia dalam : jurnal.unikal.ac.id [diakeses
tanggal 27 April 2017]
Nurarif H.A, Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction
Pinzon R. 2013. Profil Klinis Pasien
Nyeri Punggung Bawah Akibat Hernia Nukleus Pulposus. CDK-198/ Vol. 39 No.
10. [diakses tanggal 7 Mei 2017]
Raharjo E. 2013. Uji Klinik Acak
Terkendali Manfaat Metil Prednisolon Epidural Dosis Tunggal Pada Nyeri Hernia
Nukleus Pulposus Lumbo Sakral. B. NeuroSains, Vol. 2 No. 2: 81 – 90.
[diakses tanggal 7 Mei 2017]
Sahoo
P.K. 2016. Sacralization and Herniated
Nucleus Pulposus –An Association Study. Journal of Spine. Volume 5 * Issue
2. [diakeses tanggal 27 April 2017]
Sari
D.O. 2014. Penatalaksanaan Terapi Latihan
Pada Kasus Hernia Nukleus Pulposus L4-L5. Tersedia dalam :
eprints.ums.ac.id [diakeses tanggal 27 April 2017]
Tarwoto. (Eds). 2013. Keperawatan
Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan. Edisi II. Jakarta: CV Sagung Seto
Tiaranita
L. 2013. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada
Kondisi Low Back Pain et causa Hernia Nukleus Pulposus L5-S1. Tersedia
dalam : eprints.ums.ac.id [diakeses tanggal 27 April 2017]
Komentar
Posting Komentar